Jakarta - Mahalnya uang panai, uang yang wajib diserahkan pihak calon suami kepada
keluarga calon istri, kerap membuat pria Bugis-Makassarkesulitan untuk mempersunting pujaan hatinya. Bahkan, mahalnya uang panai
ini pun kerap menjadi penyebab kawin lari hingga tragedi terbaru, ada yang
bunuh diri. Jika dalam tradisi Bugis ada istilah uang panai, maka dalam tradisi perkawinan Batak Toba ada yang disebut dengan sinamot. Apa itu?
Dalam tulisan berjudul Makna dan Fungsi Tradisi Sinamot
dalam Adat Perkawinan Sukubangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya karya Helga Septiani Manik, sinamot bukan hanya
sekadar harga mahar. Melainkan sebuah biaya yang diperlukan untuk menciptakan
suka cita dalam perkawinan suku Batak.
"Pada umumnya masyarakat Batak Toba
berpendapat bahwa acara marhata sinamot adalah suatu transaksi dari pihak
laki-laki kepada pihak perempuan, tetapi harus diartikan sebagai biaya atau
harga (cost) yang diperlukan untuk menciptakan sukacita bersama dalam
mewujudkan suatu pesta perkawinan," tulis Helga seperti yang termuat dalam
jurnal BioKultur, Vol.I/No.1.
Sedangkan dalam buku Struktur
Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga 1945 karya
Bungaran Antonius Simanjuntak, dijelaskan bahwa sinamot biasanya diberikan pada
waktu pesta perkawinan oleh keluarga laki-laki kepada orang tua perempuan.
Biasanya, secara simbolis diserahkan bersama sirih, daging mentah dan beras di
atas piring.